Dari saya

Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian. M.Rawa El Amady

Sabtu, 20 Oktober 2007

Ragu pada Validitas Data BPS

Oleh M Rawa El Amady Bulan Agustus 2006 terjadi poliemik angka kemiskinan ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengumumkan angka kemiskinan dan pengangguran. BPS (Badan Pusat Statistik) menjadi kambing hitam yang dipermasalahkan oleh banyak pihak sebagai pengeluar data resmi pemerintah. Layakkah BPS menjadi kambing hitam ? Tahun 2005, Provinsi Riau melalaui Badan penelitian dan Pengembangan bekerja sama dengan BPS mengeluarkan data kemiskinan. Data tersebut cukup detail karena menunjuk langsung dimana rumah dan alamat si miskin tersebut. Metoda yang dipakai dengan blok sensus, yaitu data keluarga miskin BKKBN yang mencapai 41% tahun 2004 disensur ulang oleh BPS yang hasilnya diketahui tingkat kemiskinan mencapai 22,19% dari penduduk Riau. Secara politis data data tersebut dinyatakan sebagai data provinsi Riau. Mengejutkan Badan Advokasi Publik pada akhir 2005 berinisiatif untuk melakukan uji data kemiskinan hasil Balitbang –BPS tersebut di Pekanbaru. Metoda yang dipakai sensus blok terbatas. Data kemiskinan Pekanbaru di verivikasi berdasarkan lama tinggal dalam hal ini yang diambil adalah lama tinggalnya terbatas 0- 5 tahun. Berdasarkan data Balitbang – BPS tersebut diperoleh infomasi bahwa jumlah rumah tanggal yang tinggal di Pekanbaru 0-5 lima tahun berjumlah 484 rumah tangga. Dari jumlah tersebut diambil 126 rumah tangga yang akan disensus kembali berdasarkan data detail dari Balitbang-BPS tersebut. Bahwa data ini hanya mewakili sample saja, bukan yang lain. Data ini valid hanya untuk sample saja. Temuannya sangat mengejutkan, dimana data BPS menunjukkan bahwa 126 rumah tangga tersebut yang hanya tinggal 0-5 tahun hanya 45% saja, sisanya atau 55% tinggal di Pekanbaru lebih dari lima tahun bahkan ada yang 15 tahun. Data ini menunjukkan bahwa tingkat erornya data mencapai 55% atau sangat tidak valid. Hal serupa juga ditemukan untuk data pendidikan, data balitbang-BPS menyatakan sample 2 % yang tidak tamat sekolah dasar yang datang dibawah lima tahun, hasil survey menunjukkan bahwa tidak ditemukan yang tidak tamat sekolah dasar yang datang lima tahun terkahir ke Pekanbaru. Bahkan 50% tamatan SMU, 10% perguruan tinggi, 16% sekolah dasar, dan 24 % tamat SMP. Lebih mengejutkan lagi, dari rekapulasi BPS yang diterbitkan di buku biru jika telusuri lebih teliti ditemukan kejanggalan. Kejanggalan tersebut dijumpai pada sesilih sample blok dengan jumlah penduduk miskin. Di Dumai sample berjumlah 27.595 sementara jumlah penduduk miskinnya mencapai 38.515 orang, Bengkalis jumlah sample blok 95.654 sementara jumlah penduduk miskin 140.463, Kuansing jumlah sample blok 66.589 jumlah penduduk miskin 66.920, Kampar jumlah sample blok 115.994 jumlah penduduk miskin 22.504. Jika survey ini menggunakan sample blok artinya sample yang ditetap merupakan jumlah maksimal orang miskin dari jumlah tersebut diketahui jumlah orang miskin sesungguhnya. Di luar sample blok sudah ditetapkan sebagai orang yang tidak miskin atau orang kaya, sehingga tidak mungkin orang miskin melebihi jumlah sample block tersebut. Jika jumlah penduduk miskin melebih dari sample blok maka sudah dipastikan terjadi eror dalam entri data. Terdapat selisih yang cukup besar yaitu 68.729 kelebihan penduduk miskin dari sample blok yang ditetapkan. Jumlah tersebut cukup besar, untuk menilai akurasi suatu data. Gambaran diatas menunjukkan bahwa akurasi data yang dilakukan BPS bukan hanya pada pengambilan datanya, tetapi sampai pengolahan data. Melihat kenyataan ini adalah sangat wajar terjadinya turun naik angka kemiskinan. Seperti yang terjadi pada tahun 2006 ini dimana kenaikan jumlah orang miskin diperkirakan naik hampir 4 juta jiwa sehingga jumlah penduduk miskin mencapai 39,5 juta jiwa dari 35,10 jiwa pada bulan Februari 2005. Padahal dana yang peruntukan sangat besar . Pemerintah pusat tahun 2005 mencapai 21 triliun rupiah dan tidak termasuk dana yang disiapkan di 32 Provinsi berikut kabupatenya serta pihak swasta dan NGO. Perikiraan Sumber Masalah Secara resmi BPS Riau menyatakan bahwa faktor waktulah yang menyebabkan munculnya masalah akurasi data ini. Hambatan waktu ini sebenarnya berumser dari kemampuan sumber daya manusia dan prosedur kerja yang dipakai . Kalau quick count bias tuntas dalam dua hari, walau data yang dikirim tunggal tetapi setidaknya sumber daya manusianya mampu membuat prosedur yang benar. Padahal validasi sebuah survey sangt tergantung pada komitmet dan moral tenaga lapangan dan prosedur yang disiapkan secara benar, cepat dan tepat juga. Kunci utama validitas adalah prosedur yang benar, prosedur yang dimaksud mulai dari pendefinisian, konsep, teknik pengambillan data dan teknik kontrol validitas data. Prosedur yang benar dan tepat akan mampu mengurangi kenakalan pengutip data ditingkat lapangan. Sayang sekali BPS dalam melakukan survey kemiskinan ini belum transparan prosedur tersebut. Tranparansi prosedur tersebut penting untuk mengenali titik permasalahan dari ketidakvaliditas data tersebut, sehingga waktu tidak bias dijadikan korban. Ketertutupan BPS ini mengindentitifkan bahwa titik lemah dari permasalahan vailidatas data tersebut bukan bersumber dari waktu tetapi bersumber dari sumberdaya manusia dan prosedur yang tepat, cepat dan benar tadi. Arah Perbaikan Menyambut keinginan pemerintah Provinsi Riau untuk meng- up to date data kemiskinan, maka perlu sekali perbaikan prosedur agar tingkat error minimal hanya 5% saja jangan sampai 55% lagi. Ada baik program teknologi informasi mudah dan semua orang bias pakai sebagaimana program di perusahaan administrasi efek dan bursa saham. Jadi entri data tidak lagi terpusat di provinsi sehingga menumpuk dan memerlukan waktu lama. Dengan program informasi teknologi yang canggih maka entri dapat dilakukan di kecamatan yang dipastikan sudah punya telepon. Tinggal prosedur entri data tersebut yang perlu diperketat. Jadi bukan bukannya petugas sensur nongkrong di kecamatan lalu mendata penduduk di desa secara imajiner…! Nah kalau BPS belum mampu memenuhi standar yang dibuat Pemda Provinsi Riau maka serahkan saja ke perusahaan lain yang lebih professional. Sekian….

1 komentar:

Dutapalma Case mengatakan...

Salam
Aku Bembenk Dari Kelompok Advokasi Riau (KAR)
Aku Mau nanya bang,
Soal Apbd 2007 untuk pendidikan berapa alokasinya (Rp n %) ?
Berapa Jumlah Kepala Keluarga Miskin Di Pekanbaru ?
THanks Before.
Silahkan Juga Mampir ke Blog KAR ;
https://catatan-merah-dutapalma.blogspot.com
Salam
Benk

Siapa yang anda pilih jadi Presiden?

Me

Me
Foto Terbaru

Cinta ku

Cinta ku

depan rumah

depan rumah
me n wife

Ayahanda

Ayahanda
Ayah ku yang berjasa

Klub Anak2

Klub Anak2
Di Rumah ku ada klub anak-anak lingkungan yang berlatih breakdance

Latihan Silat Juga

Latihan Silat Juga
Juga pernah saya mendatangkan guru untuk anak-anak yang mau main silat

Sekolah Gratis

Sekolah Gratis
Perpisahan dengan yang taman sambil rekreasi

Sedang belajar

Sedang belajar
Anak sedang belajar di ruangan tengah rumah ku

Perpustkaan

Perpustkaan
Di rumahku juga disedikan perpustakaan bagia siapa aja yang hobbi membaca

diskusi

diskusi
di rumah juga sering mengadakan diskusi gitu loh

Di Kuansing

Di Kuansing
Lagi Monev di Kuansing bersama Tim

Bersama Kepala Suku

Bersama Kepala Suku
Prof Aliamanda Su