Dari saya
Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian.
M.Rawa El Amady
Sabtu, 20 Oktober 2007
Mentertawakan Orang Miskin
Oleh M . Rawa El Amady
“Bagi si-miskin kehidupan adalah lahir, menderita dan mati” (Alfian, 1980)
Bahan Tertawaan
Orang miskin pada kenyataannya menjadi bahan tertawaan para politisi, pejabat dan bahkan para aktivitis sosial. Betapa tidak, orang miskin dibicarakan dimana-mana yang katanya bertujuan untuk menghapus kemiskinan, pada kenyataannya mereka justru memanfaatkan orang miskin untuk kepentingannya pribadi, sementara peluang bagi orang miskin untuk merubah nasibnya ditutup rapat.
Tanpa disadari sebenarnya para politisi mempolitisir kemiskinan dan bencana alam untuk mempertontonkan kedermawannya kepada masyarakat. Setiap kali bencana baik itu banjir, asap dan bencana lainnya para politisi memanfaatkan televisi dan media cetak untuk mengumumkan kedermawanan dengan memberi bantuan. Padahal semua itu hanya kebohongan semata karena nilai yang diberikan kepada rakyat yang menderita tersebut tidak sebanding dengan apa yang dia peroleh dari negara baik secara sah maupun melalui korupsi.
Kalau diperhatikan secara mendalam sebenarnya para politisi merupakan kelompok yang sangat senang akan kemiskinan. Karena kemiskinan dan kebodohan merupakan issu politik yang paling mudah dijual untuk mendapat dukungan politik bahkan dukungan dari orang miskin. Semakin besar orang miskin semakin besar peluang mendapat dukungan dengan memanfaatkan isu pemberantasan kemiskinan.
Diabaikan
Coba lihat pada APBD tahun 2007 yang disahkan DPRD Riau awal tahun lalu anggaran untuk penduduk miskin hanya Rp. 275.978.578.469,- atau hanya 6,59% yang bisa dipahami untuk orang miskin yang tersebar di 12 satuan kerja (dinas & badan). Sementara jumlah anggaran mencapai Rp. 4.187.692.061. 818,- (empat triliun seratus delapan puluh tujuh milyar enam ratus sembilan dua juta enam puluh satu ribu delapan ratus delapan belas rupiah). Padahal jumlah penduduk miskin mencapai 22,19 % tahun 2005. Kondisi ini diperburuk lagi program untuk orang miskin tersebut belum tentu dinikmati orang miskin.
Ke - duabelas satuan kerja tersebut adalah Dinas Pendidikan Rp. 57.356426.275 (1,37%), Dinas Kesehatan Rp. 21.847.424.000, RSUD Rp. 499.998.256, RSJ Rp. 209.905.250 persentase ketiganya 0,54%, Dinas Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Rp. 44.102.998.700,- (1,05%), BPPM Rp. 58.210.092.602 (1,39), Sekretaris Daerah 13.750.000.000,- (0,33%), Disnas Perkebunan Rp. 73.217.285.886,- (1,75) Dinas Peternakan, 2.197.035.000,- (0,05%), Badan Ketahanan Pangan 3.252.350.000,- (0,08%) dan Dinas Perikanan dan Kelautan 334.062.500,- (0,01)
Bandingkan dengan biaya operasional kantor pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini diambil tiga item saja, yaitu biaya Pelayanan Administrasi Perkantoran Rp 175.165.216.860, Biaya Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Rp 348.001.718.829 serta biaya pakaian pegawai negeri Rp 14.315.154.750,- dengan total Rp. 537.482.090.439, mencapai 12,8 %. Ternyata biaya sebesar itu hanya untuk penyediaan jasa surat-menyurat, jasa komunikasi, air, lsiterik, kebersihan, alat tulis, perlengkapan kantor, rapat, baju dinas, dan pemelihaan kantor. Nilainya lebih besar uang yang dihabiskan untuk adminitrasi kantor dibandingkan dengan biaya untuk program kemiskinan. Bayangkan biaya pakaian dinas sampai 14 milyar rupiah.
Begitu juga jika dibandingkan dengan biaya kunjungan lapangan anggota DPRD yang jumlahnya hanya 55 orang mencapai 3 milyar rupiah lebih, biaya jalan-jalan ke bali juga mencapai 3 milyar lebih. Tentu orang miskin bagi negara tidak ada artinya, alias gembar gembor program penanggulangan kemiskinan sama dengan mentertawakan orang miskin saja.
Jika dipahami lebih dalam kondisi ini tentu sangat menggetirkan bila melihat jumlah uang yang ada di Riau. Dari APBD Riau tahun 2007 Riau mencapai 4,1triliaun rupiah, diperkirakan ABPB Provinsi dan Kabupapten/kota se Riau mencapai 16 triliun rupiah. Dana SBI (sertifikat Bank Indonesia) Bank Riau mencapai 4 tiliun rupiah, sementara dana pihak ke tiga di perbankan mencapai 27 triliun rupiah (Riau Pos, 28/3/07). Dana APBN yang mencapai 500 milyar lebih, dana PKBL yang lebih dari 40 milyar rupiah, dana CD perusahaan swasta yang nilainya ratusan milyar, dana zakat, sumbangan masyarakat dan dana pembangunan sosial lainnya yang dikelola organisasi non pemerintah. Tidak terhitung lagi banyaknya uang yang ada di Riau. Toh orang miskin ya tetap miskin.
Atas Nama
Selain itu jika melihat program tersebut diatas, ada dua hal menjadi titik permasalahannya. Pertama, orientasi program. Fungsi Program masih dipandang sebagai bagian dari kinerja satuan kerja, padahal fungsi program adalah penanggulangan kemiskinan. Akibatnya pola fikir yang berkembang di satuan kerja adalah yang penting ada program dan harus ada di setiap satuan kerja. Jika satuan kerja tidak mempunyai program yang bernama penanggulangan kemiskinan atau K2I maka kinerjanya akan dinilai jelek.
Kedua, sifat program masih tambal sulam. Tampak rumah yang buruk maka dibangun rumah, tampak kurang modal diberi modal, tanpak jelek infrastruktur dibangun infrastruktur. Program belum melihat problem struktural dan problem kultural. Dalam persepsi ini, asumsi bahwa masalah kemiskinan berada di desa maka ditumpuklah uang, bantuan dan lain sebagainya ke desa. Padahal pola pikir yang tambal sulam itu tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan. Menyelesaikan permasalahan kemiskinan tidak bisa hanya dengan menyelesaikan symptoms - nya saja, tetapi sumber masalahnya harus diselesaikan, yang perlu diselesaikan adalah problem struktural dan kurupsi. (rw)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar