Dari saya
Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian.
M.Rawa El Amady
Sabtu, 20 Oktober 2007
SEBUTIR NASI DI LOGING ILEGAL
m rawa el amady
rawa@mailcity.com
Riuh gemuruh gerakan anti illegal logging terdengar di mana-mana. Bukan hanya terbatas pada polisi dan departemen kehutanan saja, Gubernur Riau-pun rajin menyambangi kayu tangkapan tersebut. Bahkan perusahaan-perusahaan yang dikenal majikan pelaku illegal loggingpun ikut pula membiayai seminar illegal logging.
Gerakan yang dilakukan pemerintah di atas masih menggunakan pendekatan muara atau hilir. Padahal pendekatan seperti itu hanya berdampak pengurangan illegal logging, yang bersifat semusim, jika musim operasi selesai maka illegal logging akan tumbuh subur lagi. Pendekatan ini juga akan meningkatkan perlawanan rakyat kepada pemerintah karena hilang sumber konsumsi rumah tangga. Masyarakat justeru akan membela tauke perambah hutan itu yang memberi jaminan konsumsi rumah tangganya terus menerus..
Pemerintah seharusnya menggunakan pendekatan hulu dalam memumpasan illegal logging, yaitu menumpas sumber utama yang menyebabkan terjadinya illegal logging. Apa yang menjadi hulu dari illegal loging ini? Pertama, sejaraha Riau sebagai region ekonomi yang menjadi produsen bagi kebutuhan kayu dunia. Kedua, struktur konsumsi masyarakat Riau yang masih berada pada level budaya menuju masyarakat agraris. Kedua muara ini, merupakan matarantai yang saling berkaitan.
Menangkap Aparat Bejat
Jauh sebelum penjajah masuk ke nusantara, sejarah perdangangan kayu dari Riau (khususnya) sudah tertata dengan rapi tanpa adanya batas negara.raja-raja pesisir pantai seperti di Riau, hidup dari perdagangan internasional yang menjual hasil alam, yang diantaranya adalah kayu log ini. Begitu juga era penjajahan dimana Singapura menjadi pusat penjulan hasil bumi dari Riau termasuk didalamnya kayu log. Cuma dulu belam ada istilah legal dan illegal. Bahkan laporan penelitian tahun 1932 menunjukkan bahwa pengumpul kayu tersebut datangnya dari Singapura, melalui sungai-sungai di Riau sebagai jalur transportasi utama pengangkutan kayu ke Singapura. Keadaan ini baru berakhir setelah operasi ganyang Malaysia awal tahun 60-an
Data ini menunjukkan bahwa telah tersedia infrastruktur yang mapan dalam hal transaksi kayu illegal. Jika infrasturkturnya sudah mapan akan belaku hukum pasar, karena tersedia pasar yang besar harus diimbangi oleh ketersediaan produksi. Aktor-aktor pelaku pasar akan mengambil peran aktif untuk menyehatkan siklus kebutuhan pasar dan ketersediaan produksi. Langkah yang diambil oleh pengumpul besar selalunya berkoloborasi dengan pejabat negara. seperti gubernur, bupati, wali kota, kepolisian, tentara dan imigrasi atau para jenderal. Maka semuanya lancar tanpa hambatan. Lihatlah, di Riau jutaan kubik kayu berhasil ditangkap tetapi tidak pernah berhasil menangkap pemilik kayu tersebut.
Menyikapi fakta ini maka pemerintah perlu sekali melakukan kebijakan besar yaitu merusak infrastruktur illegal logging yang mapan tersebut. Untuk bisa melakukan ini, pemerintah perlu menututp pintu keluarnya kayu dari Riau ke Singapura dan Malaysia, begitu juga ke perusahaan penampung yang ada di Riau. Persyaratan utama agar penutupan jalur ini bisa terlaksana adalah aparat pemerintahan yang bersih. Tapi kalau aparatnya maling berteriak maling, maka masalah illegal logging tidak akan pernah selesai. Yang sulit sebenarnya bukan penumpasan illegal logging tapi sulit membersihkan aparat. Jadi langkah utamanya adalah menangkap aparat yang melindungi bahkan menjadi pelaku illegal logging tersebut, bukan menangkap kayu saja.
Menjamin Rakyat Makan
Pada masyarakat pre agraris sistem pengaturan sosial dan ekonomi berpusat hutan. Hutan-tanah merupakan sumber utama pendapatan, yang memberi corak bagi model produksi yang dikelola masyarakat. Hutan sebagai sumber konsumsi tahunan melalui perladangan berpindah-pindah, dan kebun tanaman keras. Hutan juga menjadi sumber konsumsi bulanan melalui produksi pembalakan (logging), rotan dan hasil hutan lainnya. Hutan menjadi sumber konsumsi mingguan melelaui aktivitas berburu, menuba dan lain sebagainya.
Membalak (menebag logging) merupakan pekerjaan alternatif disamping meneres getah. Pekerjaan membalak ini dilakukan secara berkelompok dibayar dengan jumlah kubik kayu yang diperoleh. Sebelum berangkat membalak tauke balak menyediakan keperluan konsumsi dan konsumsi rumah tangga yang ditinggalkan. Biasanya hasil membalak tidak cukup memenuhi kebutuhan bulanan, sehingga pekerja balak tersebut terikat kepada tuake balak tersebut. Jika tauke pergi, membalakpun tidak bisa lagi tentu keberlanjutan konsumsi akan terganggu.
Kegiatan membalak bagi masyarakat Riau yang masih pre-agraris merupakan struktur ekonomi yang diikuti oleh penjaminan sosial yang berkelanjutan. Pada level masyarakat ini, membalak tidak punya hubungan dengan pelanggaran hukum. Membalak hanya sebatas jaminan konsumsi rumah tangga yang telah terjadi sejak dahulu kala. Jika operasi illegal logging sasarannya adalah masyarakat desa maka akan berdampak pada peningkatan jumlah gizi buruk pada masyarakat desa.
Masalahnya adalah aktivitas penjaminan sosial pada rumah tangga desa ini merupakan mata rantai dari pasar global atau kapitalis. Kapitalis memanfaatkan ruang penjaminan sosial untuk konsumsi rumah tangga ini. Jika muncul perlawanan dari masyarakat miskin desa atas gerakan pemberantasan illegal logging, hal ini sangat berkaitan dengan penjaminan keberlanjutan konsumsi rumah tangga tadi.
Oleh sebab itu, gerakan pemberantasan illegal logging tidak bisa lepas dari gerakan penjaminan konsumsi rumah tangga. Ketika sumber penjaminan rumah tangga masyarakat desa tersebut terganggu karena sumber pendapatan tauke diganggu maka harus tersedia alternatif pengganti penjaminan tersebut. Maka tidak mungkin dilakukan gerakan besar-besaran penumpasan illegal logging tanpa diikuti gerakan penjaminan konsumsi masyarakat pedesaan.
Sekali lagi! Gerakan penumpasan illegal logging, hanya akan menunjukkan hasil maksimal jika dilakukan secara menyeluruh dimulai dari penerapan tata pemerintahan yang bersih, pebasmian pejabat korup, dan penjaminan keberlanjutan konsumsi rumah tangga pedesaan. Langkah ini, dipastikan akan dapat memutuskan mata rantai tatanan infrastruktur illegal logging secara lokal, nasional dan internasional.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar