Dari saya
Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian.
M.Rawa El Amady
Sabtu, 20 Oktober 2007
UMKM, Bank dan Pemerintah
M Rawa El Amady
1
Di Riau permasalahn UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) ini termasuk unik. Selayaknya dengan uang APBD lebih 14 triiun rupiah se Riau setiap tahunnya, peredaran uang pihak ketiga di Bank melebihi 25 triliun, puluhan milyar dana keuntungan 2 % BUMN, biaya dari ratusan milyar rupiah dana ABPN dan program Community Development dari setidaknya 10 perusahaan multi nasional. Setiap dinas memiliki program pelatihan bagi UMKM ini tapi toh denyut perubahan terasa begitu lamban. Sementara Usaha mikro, kecil dan menengah masih kesulitan dana dan sulit berkembang. Seharusnya UMKM di Riau menjadi motor kekuatan utama ekonomi Riau.
Jika ditilik secara mendalam. UMKM ternyata telah diurus 15 dinas dan badan provinsi Riau ditambah dinas/badan di kabupaten/kota, perbankan, BUMN, swasta besar, NGO dan masyarakat sendiri. Tapi mengapa setiap langkah kita berada ditengah masyarakat --sebanyak itu yang mengurusnya dan sebesar itu dananya --- selalu ada keluhan dana. Alias pengaruh program ini tidak bisa diukur keberhasilannya. Padahal secara nasional Presiden SBY telah mengumumkan bahwa salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan UMKM (terutama usaha mikro).
Secara umum, sumber kelemahan ini adalah belum terlaksananya koordinasi program antara perbagai pihak pada UMKM sebagai sasaran programnya. Kita masih menjumpai ego sektoral di dinas, keengganan pihak swasta dan perbankan untuk bersama melakukan penajaman sasaran pada UMKM. Misalnya takut dimanfaatkan dalam bentuk double account terhadap satu program.
Berseraknya pengelolaan UMKM ini menjadikan UMKM sebagai kambing hitam dari pemasalahan lambannya perkembangan UMKM. Pihak pemerintah mempersalahkan ketidakmampuan menejemen, modal dan administrasi, pihak perbankan mempermasalahkan standar yang harus dipenuhi UMKM. UMKM terhimpit dari perdebatan itu-itu terus. Bukan mencari jalan untuk bisa selesai masalah dan meningkatkan kualitas produk UMKM, seperti misalnya sudah membahas spesifikasi produk, dan persaingan global.
Permasalahan UMKM bukan permasalahan teknis, tetapi permasalaahan kebijakan pemerintah, dan koordinasi dengan berbagai pihak. Karenanya penyelesaian UMKM bukan sebatas program, tetapi berada di level kebijakan pemerintah, swasta dan perbankan. Data BI Pekanbaru 2005 membeberkan bahwa 55 persen dana UMKM di Riau sudah disalurkan. Data ini perlu diindektifikasi bahwa yang 55% itu lebih banyak usaha mikro, usaha kecil, atau menengah. Ini menyangkut komposisi jumlah antara usaha mikro, kecil dan menengah.
2
Atas permasalahan diatas maka penting langkah percepatan peningkatan koordinasi dan pembagian peran yang lebih tepat. Langkah ini bisa diambil melalui kebijakan ditingkat gubernur dan kerja sama berbagai pihak untuk menajamkan sasaran program ditingkat teknis, yaitu:
Pertama, perubahan kebijakan tingkat provinsi dalam hal penanganan UMKM. Kebijkan yang perlu diambil (1) pengelolaan UMKM melalui satu pintu, ditunjuknya dinas atau badan atau KKMB yang menjadi leader program. Dengan demikian program akan terencana dengan baik, terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik juga. (2) provinsi berntidak sebagai perencana, membuat standarisiasi dan melakukan monitoring dan evaluasi serta pengembangan pasar dan mendatangkan modal. Pelaksanaan program diserahkan ke kota dan kabupaten sebagai pemilik wilayah dan masyarakat. Dinas dan badan ditingkat provinsi hanya bertindak sebagai koordinator, bukan pelaksana. Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih pelatihan dan penyediaan modal bagi UMKM sebagaimana selama ini terjadi. (3) mewajibkan kepada dinas, badan agar kelompok-kelompok yang mereka bentuk memenuhi standar UU keuangan dan perbankan, bukan kelompok usaha stengah jadi, yang mati bila program habis.
Kedua, pembagian peran antar pihak. Pembagian ini meliputi dua tahap pertama, pembagian peran yang tegas di masing-masing dinas, dinas koperasi dan perdagangan, dinas tenaga kerja dan dinas lainnya. Untuk semua pelatihan UMKM ditangani oleh dinas tenaga kerja. Jadi mesti pelatihan itu diajukan oleh dinas manapun namun pelaksanaannya harus di balai pelatihan tenaga kerja. Untuk pasar misalnya dilaksanakan oleh dinas perdagangan, semua produk UMKM ditangani dinas perdagangan jadi tidak lagi menangani pelatihan-pelatihan dan pengadaan modal, serta koperasinya mebidani tumbuhnya koperasi baru yang mampu mengakses bank.
Tahap kedua, pembagian peran dengan pihak perbankan dan perusahaan BUMN /swasta. Untuk tenaga pendamping semuanya dilakukan oleh pemerintah, termasuk penjaminan atas modal dan subsidi bunga bank. Pihak bank secara otomatis menyediakan modal dengan sistem pinjamanan bunga rendah karena bunga sudah disubsidi pemerintah. Pihak swasta besar dan BUMN bertindak sebagai penyedia pasar dan potensi pengambangan usaha bagi UMKM.
Ketiga, penetetapan sasaran perioritas. Dari tiga konponen usaha tersebut dipilih berdasarkan permasalahan konponen yang mana yang perlu diperioritaskan. Untuk menentukan perioritas ini perlu sebuah indentifikasi mendalam tentang problematika masing-masing konponen usaha. Hasil identifikasi tersebut baru bisa ditentukan barulah penilaian ulang konsep UMKM, apakah konsep umum yang dipakai cocok untuk Riau, setelah itu baru penentuan perioritas. Setelah perioritas ditentukan dilanjutkan dengan pembagian peran ke masing-masing pihak. Misalnya ternyata usaha mikro yang perlu diberi perioritas. Maka langkah penyelesaiannya ialah peningkatan peran lembaga keuangan mikro ditingkat desa atau kelurahan, maka peran ini bisa lebih besar berada ditangan dinas koperasi dan BPPM misalnya dan begitu juga selanjutnya sesuai dengan problematikanya masing-masing.
Nah, ayo kita mulai sekarang!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar