Dari saya
Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian.
M.Rawa El Amady
Sabtu, 20 Oktober 2007
Beban Anggunan bagi UMK
Oleh M.Rawa El Amady
Seorang pimpinan cabang sebuah bank pemerintah dengan seriusnya menyakinkan saya bahwa usaha-usaha yang tidak bankable tidak bisa akses untuk meminjam kepada bank. Menurutnya, untuk meminjam ke bank harus memenuhi standar yang telah ditetapkan, karena uang tersebut juga merupakan uang nasabah. Jika melanggar aturan maka pihak perbankan akan berhadapan dengan Bank Indonesia sebagai regulator perbankan.
Menurut dia lagi, adalah tangung jawab pemerintah untuk menyehatkan usaha mikro dan kecil tersebut hingga layak bank. Untuk pemerintah perlu sekali menyediakan pendampingan, penyediaan pinjaman lunak guna menghantar usaha mikro dan kecil ini hingga layak bank. Tugas-tugas seperti itu tidak bisa diserahkan pemerintah ke perbankan karena perbankan bukan badan sosial tetapi badan bisnis yang mempunyai target yang harus di capai.
Jika mendengar saran dari teman pimpinan bank tersebut, ini berarti usaha mikro dan kecil yang belum bankable menjadi tangung jawab pemerintah. Hanya masalahnya ke dinas mana dan bandan mana usaha mikro ini harus diminta pertangungjawababnnya? Atau berharap ke dinas mana yang mau menyentuhnya? Kalau dipelajari dari mata anggran di APBD maka setidaknya terdapat 15 dinas dan badan provinsi Riau ditambah dinas/badan di kabupaten/kota, perbankan, BUMN, swasta besar, NGO dan masyarakat sendiri. Tapi, toh mengapa setiap langkah kita berada ditengah masyarakat keluhan dana tersebut menjadi persoalan pertama usaha mikro dan kecil tersebut? Akhirnya mikro dan kecil yang tidak punya aggunan ini terjerat rentenir dengan bunga 40% perbulan. Apa yang hendak dikata hanya ini jalan yang ada.
Padahal jasa usaha mikro dan kecil terhadap perekonomian nasional sangat besar. Betapa usaha mikro dan kecil mampu bertahan menghadapi goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997. Terbukti dimana serapan tenaga kerja ketika sebelum dan semasa krisis tidak banyak berubah, bahkan para pekerja yang diberhentikan karena perusahaan besar bangkrut justeru beralih keusaha mikro. Pengaruh krisis terhadap usaha mikro dan kecil lebih rendah dibanding dengan usaha menengah dan besar. Lebih jauh lagi, menurut laporan Lembaga Penelitian Smeru tahun 2003, bahwa usaha mikro dan usaha kecil telah berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyedikan alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor informal yang terkena dampak krisis. Walaupun ternyata mereka tidak layak bank.
Pemerintah pusat sebenarnya telah melihat permasalahan ini bankabel usaha mikro dan kecil ini sejak lama. Oleh sebab itu pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia membentuk Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) yang bertugas memfaslitasi usaha mikro dan kecil hingga layak bank. Toh ternyata KKMB masih terfokus kepada usaha yang belum layak bank tetapi mempunyai anggunan, lalu bagaimana nasib usaha mikro dan kecil yang bahkan layak bank ini tetapi tidak mempunyai anggunan? KKMB belum menyentuhnya!
Hasil pengamatan Badan Advokasi Publik bahwa mayoritas usaha mikro dan kecil yang ternyata sehat dan bankable sebenarnya tapi tidak mengembankan usahanya karena tidak mungkin akses modal karena tidak tersedia anggunan. Untuk membeli anggunan tidaklah mungkin, karena kalau harus membeli anggunan dari modal usaha dipunyai sudah pasti membuatnya bankrut. Tidak ada pilihan bagi pemerintah dan perbankan untuk melakukan langkah-langkah pemberdayaan khususnya bagi usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki anggunan ini.
Pihak perbankan sangat perlu meaktualisasikan tangung jawab sosial perbankan, yaitu melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat secara sistematis kepada usaha mikro dan kecil ini sebab mereka ini sangat potensial. Pihak perbankan juga perlu mengisiasi kerja sama dengan pihak pemerintah khususnya dinas-dinas dan lembaga penjaminan kridit pemerintah provinsi Riau. Misalnya membangun kelompok-kelompok usaha mikro dengan sistem penjaminan kelompok, atau membangunan koperasi sebagaimana dimana koperasi sebagai penjaminan uang perbankan. Ini penting agar pasar potensial tersebut tidak lari ke rentenir yang justeru berpotensi menjadikan usaha mikro dan kecil tersebut mati. Nah kapan lagi, mulailah dari sekarang dan tidak menunggu orang lain berbuat baru kita mencontoh, ada baiknya kita yang menjadi contoh bagi orang lain!! (rw)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar