Dari saya

Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian. M.Rawa El Amady

Jumat, 02 Januari 2009

Nasionalisme Sapu Lidi dan Anyaman

Sapu lidi sering dipakai berbagai pihak untuk menngambarkan betapa pentingnya persatuan. Sapu tidak akan berfungsi kalau lidinya hanya satu atau dua, tapi sapu akan sangat berfungsi jika ratusan bahkan ribuan lidi disatukan dalam satu ikatan. Hal penting yang dilupakan pada sapu lidi tersebut harus ada alat pengikat yang kuat. Jika pengikatnya longgar sedikit saja maka lidi-lidi tersersebut akan mencari tempat sendiri yang pada akhirnya berserakan. Persatuanpun hacur, karena lidi tersebut tidak bisa membangun pengikat atau perekat dari dalam dirinya sendiri. Inilah yang terjadi di Indonesia dari zaman Belanda sampai sekarang. Belanda menanamkan basis nasionalisme sapu lidi tersebut yang kita kenal dengan politik pecah belah dengan mengangkat perbedaan antar etnis dan suku bangsa. Politik pecah belah tersebut hanya bisa terlaksana pada negara yang menonjolkan nasionalisme sapu lidi ini. Pada awal kemerdekaan semangat nasionalisme melalui Soekarno menjadi pengikat yang kuat. Kemudian dilanjutkan Soeharto dengan rezim otoriter dan budaya Jawa sebagai budaya dominan. Begitu reformasi tiba, pengikat yang kuat dari luar tersebut hilang sementara pengikat yang datang dari dalam belum tersedia. Maka muncul raja-raja kecil di setiap daerah kabupaten dan provinsi. Hal yang paling aktual adalah konflik pemilihan kepala daerah. Beberapa daerah selalu terjadinya konflik antar pengikut yang menonjolkan kelompoknya yang harus menang, yang lain tidak boleh. Inilah sebagai penanda penting bahwa filosofi sapu lidi ternyata masih sangat kuat dan mengakar dalam masyarakat Indonesia. Saya sangat heran dan bertanya-tanya ketika Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dibiayai Bank Dunia memakai simbol sapu lidi sebagai simbol program. Padahal program ini dilihat dari visi dan missinya berbasis modal sosial. Bagi saya pemilihan simbol ini merupakan kelanjutan dari visinya penjajah Belanda yang hanya ingin melihat persatuan dan kesatuan pada level semu. Artinya bisa juga masyarakat bersatu selagi program ini ada, ketika program ini berakhir maka persatuan ini ikut berakhir, wajar sekali kalau program ini paling banyak menawarkan bangunan fisik. Basis konsep yang mendasari filosofi sapu lidi ini adalah pluralisme. Sebuah konsep yang yang mengakui dan meyakini adanya fakta bahwa masyarakat terdiri kelompok-kelompok etnis, suku dan agama dimana masing etnis tersebut bertindak secara otonom. Hal ini terlihat jelas di Indonesia dimana masing-masing suku menonjolkan perbedaan atas sukunya dengan suku yang lain. Antar suku ini baru bertemu pada area publik, misalnya di pasar, dikantor pemerintah dan lain-lainnya. Ketika mereka kembali ke rumah, mereka sepenuhnya kembali ke etnis, suku dan agamanya secara utuh dan tidak berintaerkasi lagi, baik secara fisik maupun secara pemikiran. Seorang ilmuan Belanda J.s. Furnival (1938) melukiskan bahwa bangsa Hindia (Indonesia era Belanda) hidup bekotak-kota didalam suku, etnis dan agamanya masing-masing, mereka baru berintegrasi arena publik, kalau merkea pulang ke rumahnya mereka kembali ke kotak-kotanya masing. Sikap yang ditunjukkan setiap orang Indonesia yang sangat mementingkan asal –usul suku banggsa dan agama setiap berjumpa dengan orang baru merupakan indikasi yang kuat bahwa pluralisme menjadi sangat lekat di Indonesia. Kebijakan pluralisme ini diterapkan oleh Belanda ke Indonesia dimasa penjajahan dengan membiarkan setiap suku dan agama berada dalam kota-kotanya sehingga dengan mudah memecah belah mereka dengan mengangkat perbedaan-perbedaan diantara etnis dan agama tersebut. Anyaman Sebagai pribadi, sebagai warga dan sebagai penganut beragama kita mulai menyadari penting berpindah dari filosofi sapu lidi ke filosopi anyaman. Anyaman-menganyam adalah sangat lekat dengan tradisi bangsa Indonessia, mulai dari tikar, keranjang, topi dan macam-macam. Pera pengerajin anyaman sadar betul bagaimana membuat anyaman yang kuat dan tahan lama. Anyaman yang kuat memerlukan perekatan antara bagian-bagian yang dianyam. Anyaman tidak memerlukan pengikat yang kuat dari luar, pengikatnya dari anyman itu sendiri. Setelah anyaman selesai barulah ditambah ornamen dari luar sebagai penghias saja. Kalaupun ornamennya lepas bisa ditempel lagi atau diganti dengan yang lain, namun bangunannya dasar tidak terganggu. Nasionalisme Indonesia menurut saya perlu dibangun atas dasar filosofi anyaman tadi. Suatu pilar persatuan yang tumbuh dari dalam diri masing-masing suku, etnis dan agama termasuk keyakinan lain. Dimana masing-masing etnis, agama dan keyakinan tersebut menyadari perbedaan antara mereka tetapi bukan perbedaan tersebut yang ditonjolkan melainkan secara sukarela menerima perbedaan itu ada. Interaksi sosia antara etnis, suku, agama dan keyakinan tersebut tidak hanya pada level sosial tetapi sudah pada level kebudyaan. Dimana ide, gagasan, nilai, dan norma juga berinteraksi untuk memperkuat interaksi sosial tersebut. Saya pikir, berpindah ke filosofi anyaman merupakan perpindahan yang penting bagi membentuk wajah Indonesia ke depan. Sebuah bangsa yang berintegrasi secara kultural dan lepas dari kungkungan budaya dominan. Jika ini terjadi maka disinilah mulainya kebangkitan nasional indoensia ke dua. Indonesia yang bebas dari kontruksi filosofis jajahan yang selama secara sadar kita jalani.. Multikulturalisme merupakan konsep penting yang memayungi filosofi anyaman ini. Ajaran-ajaran multikulturalisme menjadi sangat implikatif pada prakatek filososfi anyaman ini. Dimana interaksi suku bangsa, etnis, dan agama bergerak ke ranah kultural untuk memahami bahwa perbeadaan itu memang riil adanya tetapi bukan perbedaan itu yang ditonjolkan melakinakan bagaimana perbedaan itu bisa berinterkasi secara kultural dalam kehidupan riil, mulai dari gagasan, ide, norma dan kelakuan. Saya ingin sekali gagasan anyaman ini menjadi proyek setiap orang yang membaca tulisan ini, karena anyaman banyak menjanjikan kebaikan kepada kita ke depan. Obama telah membuktikannya. Amin…. M Rawa El Amady

Tidak ada komentar:

Siapa yang anda pilih jadi Presiden?

Me

Me
Foto Terbaru

Cinta ku

Cinta ku

depan rumah

depan rumah
me n wife

Ayahanda

Ayahanda
Ayah ku yang berjasa

Klub Anak2

Klub Anak2
Di Rumah ku ada klub anak-anak lingkungan yang berlatih breakdance

Latihan Silat Juga

Latihan Silat Juga
Juga pernah saya mendatangkan guru untuk anak-anak yang mau main silat

Sekolah Gratis

Sekolah Gratis
Perpisahan dengan yang taman sambil rekreasi

Sedang belajar

Sedang belajar
Anak sedang belajar di ruangan tengah rumah ku

Perpustkaan

Perpustkaan
Di rumahku juga disedikan perpustakaan bagia siapa aja yang hobbi membaca

diskusi

diskusi
di rumah juga sering mengadakan diskusi gitu loh

Di Kuansing

Di Kuansing
Lagi Monev di Kuansing bersama Tim

Bersama Kepala Suku

Bersama Kepala Suku
Prof Aliamanda Su