Dari saya
Terima kasih bagi netter yang telah ke blog saya, dan menyediakan sedikit waktunya untuk membaca buah pikiran saya. Saya sangat senang jika apa yang saya pikirkan mendapat respon positif ataupun negatif. Dan saya dapat dihubungi di 08127627068. Salam mari berbagi kedamaian.
M.Rawa El Amady
Sabtu, 17 November 2007
AGAMA KEHILANGAN MAKNA
Di era informasi sekarang ini, agama kehilagnan makna. Pejabat hampir tiap tahun pergi haji tapi gka berhenti korupsi, wanita berjilbab berfoto mesum di internet dan sebagaimnya.
Agama (dalam arti religi) merupakan institusi sosial yang tertua di bumi yang usianya sama dengan usia manusia. Agama ada dan dipakai manusia sejak manusia ada hingga masyarakat modern sekarang ini. Dari awal agama tetap menjadi salah satu institusi sosial utama dalam pranata sosial kemasyarakatan. Secara sosiologis fakta keberadaan agama dalam institusi sosial ini sudah dibahas dalam kajian sosiologi agama dan antropologi agama. Hanya saja kedua disiplin tersebut belum tuntas dalam mengkaji perubahan sosial dan ketaatan beragama.
Disiplin sosiologi agama baru menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa manusia beragama? Sedangkan kajian antropologi agama menjawab pertanyaan-pertanyaan aspek kebudayaan yang muncul dari manusia beragama. Bahkan kedua disiplin tersebut masih membahas kerangka sistem ajaran agama yang dianut masyarakat tetapi belum mampu menjawab mengapa ada perbedaan ketaatan masyarakat dalam beragama, baik itu ketaatan individu maupun ketaatan sosial. Tulisan ini mencoba membahasnya.
Agama untuk di Dunia
Secara umum agama berisi dua dimensi pengaturan yaitu pengaturan psikologis bersifat pribadi, dan pengaturan hubungan sosial.dalam bermasyarakat. Dalam masyarakat sederhana (seperti masyarakat primitif) agama berdimensi keadilan dan harmonisasi sosial. Agama merupakan sumber sistem hukum dalam pengaturan sosial dan sistem nilai dalam pengaturan psikis individu . Aturan-aturan yang dibuat oleh agama adalah untuk membatas sikap rakus manusia dan mendistribusikan pemerataan sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Agama mengajarkan tata krama dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Agama memberi hukuman kepada pelanggaranya dalam bentuk sanksi sosial dan norma adat pada masyarakatnya.
Perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat yang moderen ikut mempengaruhi fungsi agama, selain sebagai sistem pengaturan sosial juga berfungsi legitimasi kekuasaan. Bahkan makin moderen masyarakat dan sistem pemerintahannya mempunyai kecenderungan memanfaatkan agama untuk kepentingan kekuasaan politik, seperti yang dilakukan partai politik.
Kemunculan agama di dunia dimulai dari kesadaran individual akan adanya kekuatan di luar dirinya, kemudian bergeser ke kesadaran masyarakat akan pentingnya kekuataan lain untuk menciptakan keharmonisan sosial. Pertama sekali yang membutuhkan agama adalah individu karena problem keterbatasan dan psikologis. Tapi kemudian kesadaran individu itu bergeser ke kesadaran masyarakat ketika masyarakat menyadari perlunya pengaturan sosial sesama mereka.
Oleh sebab itu, pada masyarakat yang sederhana (pritif) sumber agama yang mereka anut ada dilingkungan mereka seperti kayu besar, gunung, lembah, kemudian berubah ke matahari, bulan dan penunjukkan satu simbol yang ada tapi tidak ada, kemudian menunju ke agama langit. Secara umum tesis yang dikembangkan adalah makin tinggi kebudayaan masyarakat makin abstrak posisi Tuhan. Ini tentu saja berkaitan dengan semakin meningkatnya pemikiran dan makin terjawabnya keterbatasan sebelumnya.
Jika kita berpedoman pada kelahiran agama, hubungan agama dengan perkembangan kebudayaan sangat jelas dalam perkembangan teori kelahiran agama. Dr. Dadang Mahmud (2002) mengemukakaan ada 6 asal agama, yaitu pertama teori jiwa yang dikembangkan Edward Burnet dan Taylor, agama muncul karena kesadaran manusia akan adanya dunia lain diluar dunianya sendiri. Kesadaran ini diekpresikan melalui kekuatan Tuhan. Kedua, teori batas akal yang dikembangkan oleh James G Frizer dimana agama muncul karena ketidak mampuan akal manusia dalam menyelesaikan suatu masalah. Ketiga teori kritis dalam hidup individual yang dikembangkan oleh M.Crawley dimana agama dijadikan manusia untuk menghadapi krisis individual. Keempat, teori kekuatan luar biasa yang dikemukakan KR Marret yang menyatakan bahwa lahirnya agama karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa manusia. Keempat teori ini berpusat keapda individu sebagai sumber agama, yang dalam bahasa saya disebut dengan psikis individual yang merujuk ke tingkat kebudayaan sederhana.
Kelima, teori sentimen masyarakat, yan dikemukan Durkheim sosiolog terkenal abad pencerahan Eropah, menurutnya agama muncul karena adanya sentimen dalam masyarakat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai sesama masyarakat. Keenam teori wahyu Tuhan yang dikemukakan oleh Andrew Lang yang mengumukan bahwa manusia beragama karena adanya wahyu Tuhan. Kedua teori terakhir ini berfokus kepada masyarakat sebagai pemilik agama, yang sasarannya untuk pemeliharaan kelangsungan hidup masyarakat dan integrasi nilai yang mengatur tingkah laku manusia.
Jika kita membaca seluruh Kitab Suci Agama baik agama dunia maupun agama langit semuanya ditujukan untuk manusia dan pengaturan hidup di dunia. Belum ada satu ayatpun dalam semua kitab suci agama tersebut yang mengatur manusia setelah meninggal. Yang ada adalah apa yang akan diperoleh manusia setelah meninggal apabila dia hidup di dunia dengan menjalankan aturan agama yaitu masuk surga.
Perubahan Ketaatan
Fakta sosial menunjukkan bahwa mengikut perkembangan manusia. Pada masyarakat primitif agama berdimensi psikis individual. Makin berkembangnya masyarakat makin agama menjadi institusi sosial yang berfungsi individu dan pengaturan sosial. Kita bisa lihat perkembangan agama animisme yang mengatur hubungan pribadi dengan alam, agama Shinto yang menjadikan matari sebagai Tuhan, Kong Gu Chu yang menyembaha nenek moyang yang hanya mengatur rumah tangga, agama Hindu yang mengatur stratifikasi sosial, agama Budha yang mengatur kesejahteraan sosial, kemudian masuk ke agama langit yang terkenal seperti Yahudi dan Kristen yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan sesama manusia, dan agama Islam yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan antara sesama manusia dengan hukum positif yang mempunyai kekuatan memaksa. (Jika dilihat dari kehadiran agama di dunia sepertinya relevan dengan teori kehadiran agama).
Teori-teori perubahan selalu merujuk kepada peningkatan kebudayaan yang menjadi sumber utama dari perubahan. Perubahan kebudayaan menuju kepada peningkatan kemampuan manusia dalam mengelola alam dan mempermudah hidup manusia. Kita ambil contoh, dulu manusia hanya menggunakan air dengan perahu agar perjalanan lebih cepat, kemudian berubah ke kapal uap, ke kapal motor dan terkahir dengan pesawat udara. Contoh lain adalah kemampuan bidang kesehatan dan ilmu biologi begitu juga ilmu informatika.
Peningkatan kebudayaan selalu merujuk kepada perkembangan industri dan perkotaan. Sebuah kampung terpencil Pangkalan Kerinci berubah menjadi kota karena dibangunnya industri. Pada masyarakat industri dan perkotaan yang tingkat komplektifitas dan kemandirian sosialnya tinggi seperti Pangkalan Kerinci mempengaruhi ketaatan pada agama yang dianutnya. Fakta-fakta sosial di Pangkalan Kerinci menunjukkan bahwa ditemukannya banyak kasus penyakit spilis dikalangan penduduk dan anak-anak (lelaki dan perempuan). Ini mengidikasikan bahwa perubahan masyarakat menpengaruhi ketaatan individu dan masyarakat dalam beragama.
Fakta lain bisa dilihat di Eropah, Amerika, Jepang dan negara maju (umumnya Khatolik dan Protestan) terjadi penurunan ketaatan agama yang sangat drastis. Para penyiar agama di Eropah dan Amerika berpindah ke negara-negara berkembang yang tingkat ketergantungan sosialnya masih sangat tinggi.
Faktor utama berkurangnnya ketaatan beragama adalah berkurangnya ketergantungan manusia pada lingkungan karena semakin terjawabnya beberapa pertanyaan diluar kemampuan rasionalitasnya. Kemandirian yang dimiliki manusia mempengaruhi ketergantungannya kepada lingkungan sosial atau masyarakat yang ada disekitarnya. Melemahnya ketergantungan sosial melahirkan sikap individualis atau minus sosial. Apalagi kompleksitas problem sosial yang muncul akibat sifat individualis tidak mampu diatasi oleh norma yang ada dari agama, karena hukum agama yang mereka anut bersifat abstrak bukan hukum positif.
Faktor lain yang mempercepat proses berkurangnya keta’atan beragama adalah digantikannya nilai-nilai agama oleh hukum positif yang dibuat oleh negara. Dengan hukum negara ini masyarakat dipastikan bisa hidup aman walaupun hukum agama tidak dipakai. Fakta ini memaksa negara-negara tersebut mempropangandakan kepastian hukum dan demokratisasi sebagai issu sentral untuk mengantikan agama dalam pengaturan sosial.
Padahal sebenarnya agama-agama yang mereka anut memang dasarnya hanya untuk mengatur individu saja, sedangkan pengaturan sosial sebagai akibat dari meningkatknya kuantitas kesadaran individu dalam beragama. agama-agama di Eropah dan Amerika hanya mengajarkan dokrin nilai tanpa saksi positif di dunia maka dia tidak mampu menjawab perkembangan sosial kemasyarakatan. Oleh sebab itu negara mengambil alih dengan menciptakan hukum positif agar terciptanya keteraturan sosial. Seiring dengan dengan berkembangnya zaman pecerahan di Eropah dan munculnya negara baru di Asia dan Afrika maka mulai digagas gerakan skulerisme, memisahkan agama dengan negara.
Keberhasilan demokratisasi dan sistem hukum menggantikan hukum agama ini mempercepat berkembangnya gagasan skulerisme di dunia. Bahkan negara-negara baru muncul dan negara berbasis Islam ikut mensukseskan skulerisme ini. Di Indonesia kita mengenal nama yang sangat berpengaruh seperti Nurcholis Madjid dan tokoh-tokoh islam lainnya. Padahal satu-satunya agama yang mempunyai hukum positif dalam bermasyarakat adalah agama Islam, agama yang dianut oleh Nurcholis Madjid.
Islam ternyata agama yang mempunyai fungsi individu dan masyarakat. Fungsi individu Islam mempunyai sistem peribadatan yang bersifat pribadi dan dilakukan berulang-ulang (5 kali sehari), serta banyaknya sumber doa yang bisa menentramkan sifat individu manusia. Sementara pengaturan sosial, Islam memiliki hukum positif yang mempunyai kekuatan memaksa (yaitu hukum pidana). Hukuman ini mengatur jika sesorang mengambil yang bukan menjadi haknya akan mendapat hukuman berat. Contoh orang berselingkuh dihukum mati di depan umum dengan dilempar batu. Pencuri dihukum potong tangan dan sebagiamnya. Bahkan hukum perdata, hukum waris, dan hukum ekonomi walaupun belum mempunyai sanksi hukum yang tegas (masih abstrak).
Pengaruh dari gerakan skulerisme ini menyebabkan fungsi sosial agama Islam hilang. Agama Islam disetarakan dengan agama-agama sebelumnya yang hanya berfungsi psikologis individual, akibatnya Islam kehilangan rohnya sebagai agama sosial. Ide-ide skulerisme menjadi panglima dalam bermasyarakat. Saya pikir gagasan politik no islam yes dari Nurkholis Majid sebagai gagasan yang ikut mempercepat memposisikan Islam sebagai agama individu saja. Mungkin Cak Nur lupa dengan keterkaitan hukum positif Islam dengan fungsi pengaturan sosial masyarakat, ibadah dan hukum islam merupakan satu kesatuan ajaran Islam.
Mengakhiri Skulerisme
Agama-agama yang tidak memiliki hukum positif dalam pengaturan sosial, fungsi agama terfokus pada pengaturan pribadi yang tidak mengikat. Keta’atan bergama sangat bersifat individual bukan bersifat sosial, jadi keta’atan masyarakat sangat dipengaruhi oleh banyaknya orang yang ta’at, adanya tokoh sentral yang berpengaruh atau pimpinan nasional yang ta’at. Tetapi jika jumlah yang ta’at sedikit, tidak punya tokoh sentral dan pemimpin yang tidak bermoral maka ketaatan sosial tidak terjadi.
Tetapi bagi agama yang mempunyai pengaturan sosial keta’atan sosial tidak dipengaruhi oleh keta’atan individu. Karena keta’atan individu tidak bisa diukur oleh orang lain. Hukum agama akan mempengaruhi sikap keta’atan sosial individu. Fungsi agama sebagai pengaturan psikologis bersifat pribadi, dan pengaturan hubungan sosial.dalam bermasyarakat untuk mencapai keadilan dan hamonisasi sosial akan semakin nyata. Karena nilai dan sistem yang bersifat abstrak dan tidak tertulis hanya berlaku kepada masyarakat sederhana yang sanksi sosial masih berpengaruh. Tapi pada masyarakat yang kompleks saksi sosial tidak mempunyai kekuatan mengikat, yang mampu mengaturnya hanya hukum positif. Hukum positif hanya ada pada Islam.
Kita melihat gejala yang kontraktif di Indonesia sekarang ini, disatu sisi gebiar siar agama makin semarak, begitu juga golongan intelektual beragama juga meningkat. Kita masih ingat kuatnya ICMI, sekarangpun MUI menunjukkan giginya, begitu juga juga Agama Katholik, Protestan, Hindu dan Budha menunjukan gairah siar agama yang sangat bersemangat. Tetapi disisi lain korupsi Indonesia tetap berada di tempat teratas, kekerasan, perzinahan (perselingkuhan), pembunuhan, kolusi, premanisme, nepotisme dan tindak kejahatan lainnya juga sangat meningkat. Sementara negara-negara skuler yang memiliki sistem hukum yang kuat pengaturan sosial jauh lebih baik.
Fakta diatas menguatkan kita bahwa agama yang hanya mengatur individu saja menimbulkan akses negatif dalam bermasyarakat. Atau bisa disebutkan bahwa inilah bukti hasil perjuangan kaum skuler. Karena dalam masyarakat tradisional dan transisi yang hukum negaranya belum kuat sementara hukum positif agama diabaikan maka yang terjadi adalah kekacauan.
Sebab itu langkah positif perlu ditempuh adalah melawan skulerisme sosial, bahwa umat islam harus mentaati hukum Islam karena ia merupakan ajaran agama secara keseluruhan. Mengabaikan hukum Islam sama dengan menyamakan posisi islam dengan agama lainnya. Padahal konsep Islam jauh lebih maju dan mampu menjawab perubahan kebudayaan manusia. Saya bukan menganjurkan negara Islam, tetapi diberlakukan hukum Islam bagi umat Islam atau menjalankan Islam secarah kaffah.
Langganan:
Postingan (Atom)